Sama seperti bumi yang selalu berputar, nyatanya kehidupan juga bak roda yang terus berjalan. Bentuknya lingkaran. Semakin dewasa semakin menyadari betapa beratnya dan bertambahnya tanggung jawab yang menjadi pikulan pundak. Berat, tapi itu adanya. Seperti ekor, yang selalu ikut kemanapun kita berlari.
Aku
fikir masih sama, ternyata sudah berbeda. Dia sudah banyak belajar dari
kehidupan yang keras. Bertahan untuk tetap berdiri, padahal dirinya sangat
hancur. Mencoba tegar dan terlihat kuat. Tapi di mataku, bahkan sudah selang
empat tahun. Ia masih orang yang sama. Orang yang lemah. Orang yang terkurung
dalam kesendirian. Tampak jelas di mataku ia masih terkekang dalam jeruji
kehidupan. Hasrat besar ingin merangkul. Tapi aku sadar ia harus menjadi tiang.
Tidak perlu di sanggah, tapi ia lah yang menyanggah. Kesalahan besar untuk
kembali singgah, nyatanya malah mengusik diri sendiri. Nyatanya ia sudah
berubah. Membalutkan diri dengan ketegaran demi kehidupan yang semakin keras.
Entah ada apa, semakin penasaran aku dibuat olehnya. Sebagai seseorang yang
pernah hadir menghiasi hidup dan hatinya. Aku merasa dekat. Meskipun setelah
beberapa tahun, ketika aku kembali. Ia dengan penuh kekuatan membangun tembok
yang tidak akan dapat diruntuhkan kembali.
Bukan
cinta, tapi rasa sayang yang dapat aku hadirkan. Namun apa daya, perlahan
tetapi pasti ia menutup rapat-rapat relung hatinya dan mengubur dalam-dalam
setiap kenangan yang pernah hadir. Katanya aku terbelenggu oleh masa lalu,
tiba-tiba ia memberikan saran bahwa aku harus terus melihat masa depan.
Menerima kehadiran tokoh dan peran yang baru dalam kehidupan. Entah akhir atau
bukan, terucap pula rasa sakit hatinya ketika aku pergi disaat terpuruknya.
Komentar
Posting Komentar